25 Februari 2011

Sindrom Tugas Akhir


"Tuhan dekat dengan mahasiswa tingkat akhir"



Quote dari seorang teman yang sangat mengena dan benar sekali. Entahlah, kalimat ini seperti memberikan sebuah pernyataan yang memang benar adanya. Sebenarnya mahasiswanya yang mendekat ke Tuhan. Namun kalimat yang pas menurut saya ya seperti ini. Seperti memberikan power.

Yap. Sindrom TA ya memang seperti ini. Selalu berdoa lebih dari biasanya. Setiap akan asistensi, mengerjakan, sampai sidang. Berdoa semoga dilancarkan.
Ada seorang teman saya yang lain yang mengatakan bahwa baru ketika kita menjadi mahasiswa tingkat akhir yang dekat dengan Tuhan. Lantas kemana waktu kita masih menjadi maba?
Hahaaha.. ada-ada saja :))

Tugas akhir itu ya terjaga lebih dari biasanya, bekerja lebih dari biasanya, dan berdoa lebih dari biasanya. Menjadi mahasiswa 24 jam. Sebenarnya saya juga tidak seserius itu. Saya masih menonton tv sesekali, buka-buka fesbuk/twitter, dan masih sempat-sempatnya menulis blog ini! hahaha! :p
Justru ketika dikondisikan dengan sangat serius --ilustrasi berikut berupa sebuah kamar kecil tanpa jendela penuh buku-buku, pengap dengan lampu dop berwarna kuning 5 watt, menggantung remang-remang dan saya yang sedang serius menatap layar komputer mengerjakan tugas akhir-- ahh, membayangkan ilustrasi yang saya ciptakan sendiri saja sudah merinding. Tidak-tidak! Saya bisa frustasi kalau seperti itu ceritanya. Keluar dari kamar itu saya mungkin seperti seorang zombie karena kurang tidur dan tidak mendapat cahaya matahari. Oke, imajinasi saya sudah terlalu berlebihan. Kembali ke topik bahasan.

Menjadi mahasiswa tingkat akhir, bolehlah kita sedikit bangga. Menjadi seorang senior yang berada di tingkat tertinggi di kampus (sudah di tingkat akhir). Punya hak khusus untuk bertemu dan didahulukan oleh dosen jika akan asistensi (junior mengalah ya nak :p). Banyak liburnya karena kuliah tinggal 1 mata kuliah saja, TA, (tapi tidak berpengaruh banyak, tetap ke kampus karena asistensi dosen. toeot). Bisa meminjam buku di perpustakaan jurusan dengan hanya mengatakan "anak TA" (dalam kasus saya, buku perpustakaan jurusan tidak bisa dipinjam karena mahasiswanya yang kurang bisa dipercaya - kalo gak rusak ya gak dikembalikan - dan itu sudah terlanjur menjadi keyakinan petugas perpustakaan, padahal kan tidak semua mahasiswa seperti itu, saya buktinya bu! *pede )

Namun, ada juga duka menjadi mahasiswa tingkat akhir. Yang pasti bekerja dan terjaga lebih dari biasanya. Bebannya juga berat. Beban ke orangtua, beban ke dosen dan beban ke diri sendiri. Namanya juga tugas akhir. Apa-apa semuanya harus bisa dipertanggung jawabkan. Harus ada jawaban dari pertanyaan mengapa begini, mengapa seperti ini. Dan memang mau tidak mau kita harus totalitas masuk ke dalam materi tugas akhir kita itu. Bagaimana caranya tetap mempertahankan kekuatan desain di hadapan dosen penguji.

Penyakitnya anak desain itu (saya juga seperti itu :p) adalah baru banyak ide, inspirasi baru berdatangan dan tumpah ruah ketika waktu sudah mendekati deadline alias mepet. Baru rajin ketika akan mendekati hari H. Baru heboh ketika akan sidang keesokan harinya. Padahal saya ini tipenya panikan. Kalau sudah panik, pikiran dan omongan sudah tidak sinkron. Pikiran A tapi yang diucapkan B. Kacau men!

Semoga tidak terulang lagi, Tuhan. Saya berusaha mendisiplinkan diri. Kumat malas ya sesekali okelah. Seperti sekarang. Malas saya kumat jadi saya gunakan untuk menulis blog. Hehehe..

Kalau dipikir-pikir baru kemaren saya jadi maba. Eh sekarang sudah tingkat akhir (ini omongan klise banget tapi memang seperti itu adanya). Banyak cerita dan proses kehidupan selama menjadi mahasiswa. Tapi saya sendiri merasa pengalaman saya masih sedikit. Saya masih pengen mencoba hal-hal yang belum saya kuasai. Bismillah sambil jalan sambil mencari ilmu.


Ya singkat cerita, tugas akhir itu seperti proses seleksi alam. Siapa yang kuat maka ia yang akan bertahan. Survive. Dan saya berharap saya merupakan salah satu dari yang bertahan tersebut. Bismillah. Saya lebih berharap lagi jika kami satu kelas (Interior 2007) bisa bertahan bersama, saling memberi semangat satu sama lain dan bekerja sama untuk survive sampai sidang akhir. Amin Ya Rabb.. :)


5 Februari 2011

wejangan dari buku


Di liburan (yang hanya) sebulan ini, ada beberapa kegiatan yang sedang sering dilakukan.
Yang pertama bolak-balik kontrakan adek kelas untuk ikut bergotong-royong menggarap maket karya baru untuk TKMDII nanti. Sebuah rumah tinggal dengan menggunakan style modern yang dipadu dengan nuansa budaya Asmat (budaya di Papua).

Lalu yang kedua, membuat sketsa-sketsa alternatif desain untuk menyicil TA. Sketsa berupa furniture-furniture, elemen estetika hingga alternatif denah objek (objek saya adalah mendesain cafe di tengah perkebunan teh).

Dan yang ketiga adalah membaca. Ya, saya baru sadar sudah lama sekali saya tidak membaca buku. Kecuali buku interior dan diktat-diktat kuliah. Tetapi untuk sekedar membaca novel-novel tebal yang saya gemari justru sudah tidak pernah terbaca sejak kuliah ini. Ya Tuhan, padahal di dalam lemari ini penuh dengan novel-novel yang belum dibaca hampir semuanya! Good job!

Bukannya mulai membaca novel-novel yang di dalam lemari, tetapi saya malah tertarik dengan sebuah novel yang berjudul "Negeri 5 Menara" karya A. Fuadi di sebuah toko buku. Mungkin saya telat ya kalau baru baca sekarang. Haha. Novel ini sudah booming dulu kala. Dan saya malah baru tertarik ketika melihat edisi kedua yang berjudul "Ranah 3 Warna". Ulasan yang diceritakan dibelakang bukunya sangat menarik. Alhasil bukannya alih-alih mengurangi jumlah buku yang sudah terbaca di dalam lemari, tetapi saya justru menambah jumlah buku yang harus saya baca. Ya, saya membeli buku "Negeri 5 Menara" itu. Hahaha.

Buku "Negeri 5 Warna" ini memang belum tuntas saya baca. Namun, ada banyak hal yang bisa saya ambil. Padahal ini baru dipertengahan cerita. Wah, buku ini sangat inspiratif sekali. Saya suka! :D

Ada beberapa paragraf yang saya suka. Mungkin ketika itu, suasana hati saya sedang galau *curcol* sehingga sangat pas sekali. Seakan-akan saya diberi nasihat *mulai lebay tapi beneran ini gak bohong.suer* dan wejangan agar tidak bersedih hati lagi.

Paragraf ini ada pada halaman 107-108. Berisi nasehat dari Ustad Salman:

"Resep lainnya adalah tidak pernah mengijinkan diri kalian
dipengaruhi oleh unsur di luar diri kalian.
Oleh siapa pun, apapun, dan suasana bagaimana pun.
Artinya jangan mau sedih, marah, kecewa,
dan takut karena ada faktor luar.
Kalianlah yang berkuasa terhadap diri kalian sendiri,
jangan serahkan kekuasaan pada orang lain.
Orang boleh menodong senapan, tapi kalian
punya pilihan, untuk takut atau tetap tegar.
Kalian punya pilihan di lapisan diri kalian paling dalam,
dan itu tidak ada hubungannya dengan pengaruh luar."

"Jangan sampai hal tersebut menghancurkan mental terdalam kalian.
Jangan biarkan diri kalian kesal dan marah, hanya merugi dan menghabiskan energi.
Hadapi dengan lapang dada, dan belajar darinya.
Bahkan kalian bisa tertawa, karena ini hanya gangguan sementara.
Jadi pilihlah suasana hati kalian, dalam situasi paling kacau sekalipun.
Karena kalianlah master dan penguasa hati kalian.
Dan hati yang selalu bisa dikuasai pemiliknya adalah hati orang sukses."


Kalimat-kalimat ini seakan membuat saya tersentil. Ahh benar juga. Saya adalah penguasa hati saya. Dan Allah SWT tentunya. Selain itu, tidak ada yang berhak untuk membuatnya kacau. Karena ini hanya gangguan sementara.
Bismillahirrohmanirrohim.
Separatoosss!!!