Tepat tiga bulan saya menjadi anak rantau. Pertama kalinya jauh dari rumah dan jauh dari keluarga dalam waktu yang cukup lama. Yap, kota inilah yang akan saya tinggali selama kurang lebih dua tahun. Bandung.
Dari jauh hari sudah saya persiapkan mental dan fisik untuk jadi anak kost. Keterampilan-keterampilan untuk bertahan hidup sudah saya pelajari. Termasuk memasak. Saya bodoh banget untuk urusan masak-memasak -___-" kecuali masak air, telor, indomie dan nasi haha..
Well, di minggu pertama..
Rasanya langsung homesick! Sama sekali tidak terbayang bakalan secepat ini. Perkiraan saya, homesick bakalan datang saat 1-2 bulan berjalan. Ini bahkan belum sampai sebulan!
Bisa jadi karena lingkungan kost baru saya. Sewaktu survei, saya sebenarnya langsung jatuh cinta dengan kost tersebut. Rumahnya khas rumah nenek (saya menyebut rumah nenek karena yang punya memang sudah sepuh dan mengingatkan dengan nenek saya). Arsitektur khas rumah Belanda dengan pekarangan yang cukup luas, teras keramik kuno, dinding rumah yang sebagian di cat bercorak batu-batu kali berwarna hitam putih, dan yang paling utama adalah di depan "calon" kamar saya terdapat sebuah taman yang asri. Saya sudah membayangkan, ketika pagi hari atau ketika saya sedang belajar, pemandangan di depan kamar saya adalah hamparan taman yang meneduhkan. Dan pada saat itu, ibu kost menunjukkan sebuah kamar di pojok taman yang bakalan saya tempati. Pas! Lengkap dengan pelataran taman dan pohon yang rindang.
Tapi sepertinya kamar itu belum berjodoh dengan saya. Sewaktu saya sampai di Bandung dengan barang bawaan banyak persis anak minggat, ibu kost memandu ke kamar yang akan saya tempati, bukannya berjalan lurus, tangan saya digandeng berbelok ke arah lain. Sebuah kamar di pojok rumah (dekat dengan rumah utama) dan tanpa jendela yang menghadap taman. Itulah kamar yang akan saya tempati. Rasanya ngguwondookk setengah mati. Apaan nih. Jendelanya menghadap sisi lain, halaman parkiran ibu kost. Yaelah, luas sih luas kamarnya, tapi kan seharusnya saya dapet kamar di pojok taman. Karena sudah sepuh juga mungkin ya, pas protes kamar yang seharusnya jadi kamar saya, eh si ibu dengan polos bilang gini, "Kamarnya yang kosong cuman kamar yang di pojok itu. Yang itu (pojok taman) udah ada yang nempatin". Ibuuu, apakah engkau lupa kemarin menunjuk kamar yang mana?? Huhuhu.. Mau marah kok ya ndak tega, akhirnya kembalilah saya ke kamar pojokan dengan hati nggondok. Belum kelar sampai situ, ibu kost sudah memberikan berbagai macam peraturan yang menurut saya cukup menyebalkan. Kenapa jugaa, si ibu ndak bilang waktu survei kemarin sih. Kalo begini, hati kan tambah lebih nggondok kuadrat.
Dengan kondisi kost seperti itu, plus kegiatan kampus yang hanya daftar ulang dan sisanya mengganggur total, membuat saya bingung harus ngapain. Kost tidak menyediakan wifi atau internet. Malam-malam di awal nge-kost, tidak bisa tidur nyenyak. Rasanya tidak tenang. Setiap beberapa jam sekali terbangun. Dan di minggu pertama pula saya sakit. Tidak parah tapi cukup merepotkan. Rasanya pengen mengadu ke keluarga kok ya lemah banget kayaknya. Dan ada satu kondisi ketika saya baru pulang ke kost ternyata sedang ada pemadaman lampu. Jelas saya tidak siap lilin dan senter. Gelap total. Ingin sekali saat itu nebeng menginap di kost teman, tapi saya berani-beranikan untuk tidur malam itu. Sebenarnya saya tidak masalah dengan kondisi mati lampu, selama itu familiar dengan suasana sekitar. Ini masalahnya saya belum terbiasa dan masih terasa asing, jadi rasanya insecure.
Masalah belum kelar sampai disitu. Suatu hari, ketika saya baru pulang, maksud hati ingin mandi biar badan segeran. Tapi setelah mandi dan sholat, tiba-tiba saya tidak sengaja lihat ke cermin. Muka saya memerah seperti kepiting rebus. Badan saya gatal-gatal dan bentol-bentol banyak. Feeling sudah ndak enak. Saya pernah mengalami ini. Dan benar sesuai feeling, saya kena ulat bulu. Bisa jadi menempel di handuk yang saya jemur di luar. Oohh Tuhan, kenapa harus kejadian lagi. Akhirnya terpaksa saya mandi lagi dengan handuk dan baju ganti yang baru, minum obat gatal, dan langsung tidur. Dan esoknya saya baru tau kalau tanaman sekitar cukup banyak ulat bulu menempel *pingsan*.
Masalah belum kelar sampai disitu. Suatu hari, ketika saya baru pulang, maksud hati ingin mandi biar badan segeran. Tapi setelah mandi dan sholat, tiba-tiba saya tidak sengaja lihat ke cermin. Muka saya memerah seperti kepiting rebus. Badan saya gatal-gatal dan bentol-bentol banyak. Feeling sudah ndak enak. Saya pernah mengalami ini. Dan benar sesuai feeling, saya kena ulat bulu. Bisa jadi menempel di handuk yang saya jemur di luar. Oohh Tuhan, kenapa harus kejadian lagi. Akhirnya terpaksa saya mandi lagi dengan handuk dan baju ganti yang baru, minum obat gatal, dan langsung tidur. Dan esoknya saya baru tau kalau tanaman sekitar cukup banyak ulat bulu menempel *pingsan*.
Seminggu kelar urusan daftar ulang, masih ada seminggu lagi sebelum mulai masuk kuliah. Waktu seminggu itu saya manfaatkan untuk pulang ke Surabaya. Butuh asupan kasih sayang huahahaha.. Maaf saya bener-bener newbie banget urusan kost. Mbolang kemana-mana berhari-hari gak masalah, entahlah kok urusan menetap jadi anak kost rada berat *alesan*. Dan memang, keputusan saya pulang ke rumah itu tepat. Setelah itu, perasaan homesick berkurang banyak hehehe. Dan bisa bertahan hingga beberapa bulan :))
***
Tepat sebulan akhirnya saya pindah ke kost yang baru. Lokasi ke kampus memang tidak sedekat seperti kost yang lama, jarak kost yang baru ke jalan raya pun harus jalan 10 menit. Tapi rasanya di kost yang baru suasananya lebih tenang. Tidak ribut motor trek-trekan lalu lalang. Lebih okelah dari pada yang lama. Dan yang terpenting, kost yang baru ada wifi-nya! Dasar anak muda jaman sekarang, harus selalu terkonek dengan internet :p
Ada beberapa niat terselubung yang saya ikrarkan dalam hati. Salah satunya adalah belajar memasak. Memasak adalah salah satu kekuatan survive sebagai anak kost. Ketika tanggal tua, persediaan ongkos hidup mulai menipis, dibutuhkanlah keterampilan memasak. Harga makanan di Bandung lumayan mahal jika dibandingkan dengan harga makanan di Surabaya. Jauhlah. Apalagi sekitaran daerah Keputih dan Gebang yang jadi surganya makanan enak dan murmer untuk anak-anak ITS macam saya ini.
Ada beberapa niat terselubung yang saya ikrarkan dalam hati. Salah satunya adalah belajar memasak. Memasak adalah salah satu kekuatan survive sebagai anak kost. Ketika tanggal tua, persediaan ongkos hidup mulai menipis, dibutuhkanlah keterampilan memasak. Harga makanan di Bandung lumayan mahal jika dibandingkan dengan harga makanan di Surabaya. Jauhlah. Apalagi sekitaran daerah Keputih dan Gebang yang jadi surganya makanan enak dan murmer untuk anak-anak ITS macam saya ini.
Sebagai anak kost, kita juga harus pintar-pintar pilih makanan. Jangan sampai asal makan dan sakit. Udahlah hidup sendiri, jauh dari rumah, sakit pula. Harus rajin konsumsi susu, sayur, daging, atau buah. Perhatikan kondisi cuaca juga, jika sudah musim pancaroba, rajinlah minum vitamin dan minum yang hangat-hangat.
Tapi, serinci-rincinya menata pola makan dan hidup sehat, tetap aja kalau sudah musim ujian dan tugas banyak, semua menjadi lupa waktu, lupa makan, lupa bersih-bersih. Khas anak kost yang hidup sendirian. Tapi, saya belumlah apa-apa. Usia pengalaman ngekost saya masih tiga bulan. Belum profesional. Baru tiga bulan, tapi complainnya udah banyak ya. Hahaha, maafkan :p
Edisi "Journal Anak Kost" ini sepertinya bakalan saya rutinkan sampai dua tahun ke depan (doakan saya konsisten menulis yaa! mhihiihihi). Sambil membiasakan diri buat nulis lagi sih sebenarnya hehehe. Sudah lama absen dari dunia tulis menulis dan saatnya mulai belajar lagi.
Ok, see you at another story! :* :*
Edisi "Journal Anak Kost" ini sepertinya bakalan saya rutinkan sampai dua tahun ke depan (doakan saya konsisten menulis yaa! mhihiihihi). Sambil membiasakan diri buat nulis lagi sih sebenarnya hehehe. Sudah lama absen dari dunia tulis menulis dan saatnya mulai belajar lagi.
Ok, see you at another story! :* :*
Dan jika suatu saat
Buah hatiku, buah hatimu
Untuk sementara waktu pergi
Usahlah kau pertanyakan ke mana kakinya kan melangkah
Kita berdua tahu, dia pasti
Pulang ke rumah
(Di Beranda - Banda Neira)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar