"After my mom passed away, he is the only one parent i have"
Papa saya adalah tipikal bapak yang tegas dan disiplin. Dulu sewaktu mama masih ada, beliau sangat disiplin dan cenderung keras jika perbuatan kami, anak-anaknya, tidak sesuai dengan kehendaknya. Hingga pada saat itu, saya sebagai anak tertua berusaha keras agar beliau tidak selalu marah-marah apabila ada yang tidak beres di rumah. Watak keras beliau turun dari kakek saya (bapaknya papa) dan beliau juga sempat masuk dalam kesatuan ABRI atau semacam itu, sebab saya pernah menemukan foto beliau menggunakan seragam tersebut dan beberapa foto beliau dan teman-temannya sedang baris-berbaris (correct me if i'm wrong, dad :p)
Beliau seorang pekerja yang gigih, ulet, pintar dan pekerja keras. Beliau tidak suka menganggur kecuali sedang sangat kelelahan. Apa saja dikerjakan. Mulai dari berkebun (hingga akhirnya kami punya pohon anggur kecil-kecil di rumah), memelihara binatang mulai dari burung hingga biawak, dan berolahraga seperti lari pagi, bermain tenis, hingga naik gunung. Beliau juga sangat suka akan kebersihan. Saya ingat, setiap kami akan pulang kampung saat lebaran, rumah harus selalu dalam keadaan bersih saat ditinggal. Sehingga sebelum berangkat, kami akan kerja bakti besar-besaran untuk membersihkan rumah. Dan kebiasaan itu mengalir turun kepada saya, sehingga setiap kali akan pergi, kondisi kamar atau rumah harus selalu dalam keadaan rapi dan bersih. Thanks, Pap for make me like this :)
Ada satu kebiasaan jelek beliau. Suka lupa dan panikan. Lupa naruh kacamata dimana, obat dimana, barang-barang dimana, kemudian panik yang paniknya bikin satu rumah ikutan heboh nyari barangnya. Ngomel-ngomel sendiri karena lupa naruh dimana, tapi setelah ketemu dan tahu itu karena kecerobohannya sendiri, cuman bisa nyengir sambil nylimur sana- sini. Biasanya setelah itu, saya yang gantian ngomel soalnya gemes kalau papa udah panik terus marah-marah sendiri sambil nyari barangnya yang hilang dan itu karena kecerobohannya sendiri.
***
Background beliau adalah seorang lulusan IPB tetapi beliau suka
sekali melukis. Beliau suka melukis di atas canvas dengan cat minyaknya.
Beliau cenderung suka melukis pemandangan dan manusia atau makhluk hidup lainnya. Mungkin bakat seni itulah yang menurun kepada saya dan adik-adik saya. Dan tak ada satupun yang menurun dari mama dengan latar belakang pendidikan ekonominya. Yaah, walaupun sketsa tangan kami tidak secanggih beliau sih, tapi kami sangat menyukai bidang seni dan orangtua kami tidak ada yang melarang atau memaksa kami masuk ke bidang tertentu. Mereka membebaskan pilihan kami, asalkan kami bertanggung jawab atas pilihan tersebut. Thanks, God for give us parent like them :)
Pekerjaan beliau menuntut untuk selalu bepergian dinas keluar kota. Beliau bekerja di sebuah perusahaan BUMN di bidang perkebunan sehingga diharuskan untuk berkunjung atau bekerja keluar kota, bahkan terkadang mengharuskan beliau untuk penempatan tugas dari perkebunan satu ke perkebunan lain. Bahkan saat mama mengandung saya dan adik-adik, kami jauh berada di sebuah perkebunan teh di Medan, Sumatera Utara yang sangat jauh dari keluarga mama atau papa yang berdomisili di Jawa Timur. Karena tuntutan pekerjaan itulah, mengharuskan beliau untuk memboyong keluarganya berpindah-pindah sesuai tugas dari perusahaan.
Awalnya saya sempat keberatan, tidak suka, tidak ingin pindah lagi karena saat dimana saya sudah merasa betah di satu tempat, saat dimana saya sudah mendapatkan teman-teman yang baik, saya diharuskan kembali untuk pindah ke tempat lain. Rasanya itu tidak adil. Harus kembali beradaptasi dengan lingkungan baru, hunian yang baru, teman yang baru, dan segala sesuatu yang asing. Tapi lama-lama saya tersadar, semua itu memang ada hikmahnya. Justru saya bersyukur, saya memiliki teman-teman baru yang terus bertambah dengan berbagai macam background, kemampuan untuk cepat beradaptasi dengan lingkungan baru, dan mengetahui berbagai macam tempat-tempat baru. Once again, thanks dad :)
***
Masih ingat jelas diingatan saya bagaimana saat mama tiada. Masih ingat sekali dalam benak saya, walaupun tidak ada saya di lokasi kejadian secara langsung, tetapi yang saya tahu, bahwa papa pada saat itu, membopong mama ke pinggir jalan. Papa pada saat itu berusaha membangunkan mama karena mama dalam kondisi tidak sadar. Tidak ada luka sama sekali pada wajahnya. Bersih. Hanya saja mama dalam kondisi mata terpejam seperti tidur. Tertidur tenang sekali. Dan pergi meninggalkan kami selamanya.
Yang saya ingat, bagaimana saat papa memberitahu saya via telepon, bahwa saya harus ikhlas, bahwa saya harus tenang, bahwa saya tidak boleh bersedih berlarut-larut, bahwa saya harus tegar. Jelas dari suara beliau, beliaulah yang paling sangat kehilangan, kami anak-anaknya pun sangat kehilangan. Tersirat dari nada beliau berbicara dengan nada bergetar sembari berusaha tenang tapi teramat sangat kehilangan. Saat dimana seseorang yang dia kasihi, dia cintai, dia sayangi, yang sudah mendampinginya selama berbelas-belas tahun, tiba-tiba tiada, tiba-tiba harus pergi untuk selamanya. Dan saya pada saat itu, sebagai anak tertua, yang saya khawatirkan adalah kondisi beliau dan adik-adik saya. Bagaimana caranya saya bersikap tegar (walaupun akhirnya saya sempat pingsan beberapa kali), saya harus bisa membantu menenangkan segalanya dan bersikap tenang terhadap kondisi seperti ini. Walaupun itu susah.
He is the only one parent i have. Setelah mama tiada, segalanya berubah. Papa yang dulunya adalah seorang yang keras dan disiplin, perlahan melunak dan sangat sabar. Terkadang, saat kami mengunjungi mama, masih terlihat wajahnya yang sedih, sesekali terdiam seperti berbicara kepada mama tetapi hanya dalam hati. Kepergian mama memang sangat berat untuk kami terima, but life must go on. Yang saya khawatirkan, nanti di saat saya dan adik-adik saya sibuk dengan kuliah atau pekerjaan masing-masing, di saat papa harus bekerja dinas ke luar kota, yang biasanya selalu ditemani oleh mama kemanapun tugasnya, kini beliau harus berangkat sendiri. Karna tidak memungkinkan bagi kami untuk menemani papa dinas, walaupun ingin. Dan kecemasan itu semakin membesar ketika saya membayangkan bagaimana ketika nanti saya dan adik-adik saya menikah dan memiliki keluarga masing-masing. Jelas saya tidak ingin beliau hidup sendirian.
Hingga akhirnya suatu hari, setelah lima tahun kepergian mama, papa memberikan kabar bahagia. Dan tentu saja restu kami berikan untuk beliau. Selama papa bahagia, kami pun suka, dan keluarga menerima, tidak ada alasan yang mencegah kabar gembira tersebut. Satu yang pasti, papa tidak sendirian lagi, karena tugas dinas mengharuskan beliau untuk penempatan keluar kota, papa sudah ada yang menemani, sembari kami sesekali berkunjung kesana. Karna anak-anaknya pun sudah beranjak dewasa sehingga tidak memungkinkan untuk ikut berpindah-pindah sesuai dimana beliau ditugaskan.
Sekarang lengkap, beliau memiliki dua anak perempuan dan dua anak laki-laki. Adik laki-laki saya yang paling kecil, sedang lucu-lucunya. Dia menjadi obat di saat kami kakak-kakaknya main ke kebun dimana papa ditugaskan. Obat kangen, obat stres karena lucu jadi mainan hihihi.. I miss you, Juna.. Liburan nanti Insya Allah Kakla nginep di kebun. Nanti kita mainan bareng yaa.. Jangan sakit lho, yang sehat biar bisa mainan :*
Happy father's day, papa..
Kakla di sini walaupun suka nyusahin, ngerepotin, terkadang minta sangu tambahan, sedang berusaha sekuat tenaga untuk bisa lulus tepat waktu. Biar segera pulang, segera kembali bekerja ke usaha kakla sama temen-temen, segera ngajar (Aamiinn), dan segera-segera lainnya. Papa yang sehat, olahraga yang teratur, jangan panikan trus marah-marah sendiri yaa hehe..
Doain kakla biar lancar kuliahnya, doain Caca, Aya, Juna juga. Kakla selalu ngedoain papa yang terbaik dari sini. Dan sedang berusaha membuat papa dan mama bangga (sekali lagi). Bismillah semoga anak-anaknya papa sukses semua. Aamiinn Ya Rabb.. :)
Bandung, 12 November 2014
Kakla
Tidak ada komentar:
Posting Komentar