*Ini adalah final story tentang edisi Bandung dan Pasar Seni ITB. Part 1 dan part 2 bisa disimak di sini dan di sini. Mumpung belum pergantian tahun, jadi saya sempatkan untuk menyelesaikan tulisan ini. Biar hutang cerita saya lunas. Hehe. Maaf karena saya pending cukup lama ending postingan ini, karena cukup disibukkan oleh riset TA :)
Hari Minggu, 10 Oktober 2010
PASAR SENI ITB!! Here we come! :D
Pagi itu perasaan rasanya menggebu-gebu. Sangat antusias dan saya khawatir kalau saya nanti kalap (take a breath, dila). Kita berlima sudah siap tempur. Semua perlengkapan dan duit tentunya, jangan sampai terlupakan. Hehe..
Kita memang sengaja untuk berangkat pagi. Selain karena kita akan mampir dulu ke Gedung Sate (informasi dari si Tiza katanya ada pasar barang murah. Mari kita coba tengok), Pasar Seni ITB ini sangatlah luas. Dan acara tersebut hanya 1 hari, itupun dijatah dari jam 08.00-18.00 WIB! Hanya 10 jam saja! Dan kita tidak mau tertinggal untuk menjelajahi semua area dan pameran. So, c’mon let’s go baby!!
Anyway, pasar barang murah ini ternyata di sepanjang arah menuju Gedung Sate. Dan untuk menuju Gedung Sate sendiri lumayan cukup berkeringat. Walahh, mana kita saltum lagi. Seharusnya macak gembel aja deh biar dapet murah. Hahaha! Oh iya, kita sempat sarapan juga. Lupa nama makanannya apaan, tapi kalau di Surabaya ini mirip sama pecel/tahu tek. Dan menurut saya masih enakan pecel sama tahu tek. Hehehe. *Mana mahal lagi. Uhuk!:p
Entah apa yang saya tertawakan saat itu. tapi foto ini memang sangat komunikatif. haha.
this picture from uuto
Ini dia makanan yang saya bilang tadi. masih enakan pecel. beda selera kali ya.
Kelar dari Gedung Sate dan sekitarnya, kami lanjut naik angkot menuju ITB. Itupun tidak langsung sampai di tempat. Masih pake acara salah pintu masuk dan kami harus memutar. ITB luas euy! Gempor dah ini kaki. Tapi kami cukup cerdas. Kami cegat angkot dan tanpa pikir panjang langsung tariiikkk mangggg!..
Dan, Voila! Di pintu masuk Pasar Seni ITB, kami sudah disambut dengan berbagai macam instalasi karya. Dan saya pun berdecak kagum. Semua karya punya arti sendiri-sendiri. Mulai dari sindiran tentang kasus om Munir, sarjana singkat alias sarjana ilegal, sampai dengan ayam tiren. Yang kerennya semua dikemas secara sudut desain. Sehingga tidak terkesan membosankan dan pesan langsung terserap oleh pengunjung. Good job! Tidak ada sudut yang terbuang sia-sia. Semuanya dimanfaatkan. Baik untuk instalasi karya, galeri foto, dan penjualan merchandise Bandung.
Saya bersyukur, betapa beruntungnya kami pagi itu. Kami sempat melihat tarian pembukaan acara Pasar Seni ITB. Dan lagi-lagi saya tersihir dan terpukau! Tarian dan musiknya mampu membuat bulu kuduk saya merinding. Damn! Keren sekaliii.
Alunan musik yang mengiringi penari sangat terdengar magis. Semua penari memakai kostum yang unik dan sangat berkarakter. Dari yang warna kuning, putih, sampai warna-warni kayak es krim Paddle Pop (serius!). Dan memang kostum Paddle pop itu yang menjadi favorit saya. Hehe..
jalanan aspal pun disulap menjadi karya dengan lukisan dan pilox diatas kain panjang
sebuah tarian pembukaan Pasar Seni ITB 2010
foto atas: itu kostum Paddle Pop yang saya sukai :D
foto from: kiki, edit by: dila
Dari peta yang disediakan oleh panitia, stand produk terbagi menjadi 6 area. Dan semuanya tersebar rata. Bayangkan, satu area dengan banyak stand-stand produk yang menawarkan dagangan lucu-lucu dan kreatif sudah memakan waktu yang cukup lama. Apalagi ini ada 6 area! Dan benar saja. Masih di satu area yang kami kunjungi, tapi memakan waktu yang cukup lama. Saya akui, setiap stand mempunyai karakter yang berbeda-beda. Dan rasanya kurang afdol kalau satu persatu tidak dijelajahi. Haha. Mulai dari menjual aksesoris, clothing, hingga elemen interior seperti bantal, jam dinding daur ulang, dsb. Sangat kreatif!
Bukan hanya stand penjualan saja, tetapi di sisi samping mereka juga ada banyak instalasi karya. Dan semuanya mempunyai tema masing-masing. Seperti wahana sawah, zona tradisi, lorong ilusi waktu, wahana neraka, kamar vibrator, museum masa depan, dan lain sebagainya. Semuanya menawarkan berbagai macam sajian. Ada komunitas sepeda tua yang menyusun sepeda mereka menjadi tumpeng raksasa sampai suasana sawah ketika panen. Cool!
Oh yaa! Asal tau sajaaa.. biasanya mesin atm di sebuah kampus banyak nganggurnya. Tapi tidak dalam event ini. Antriannyaaa.. cadas! Kasihan juga si mesin atm ini, sampai panas karena terlalu sering “memuntahkan” uang dalam waktu 24 jam, eh, 10 jam!
Ehm..rasanya tidak sah kalau tidak berbelanja. Haha! Saya dan teman-teman saya memang berusaha menghemat pengeluaran sampai event ini tiba. Karena memang ada banyak stand-stand yang lucu-lucu. Jangan salah. Tidak hanya wanita saja yang kalap. Para cowok-cowok juga ngantri di mesin atm dan berbelanja. So, it shopping time (again)!! ;D
dari sekian banyak stand, tiba-tiba stand ini sangat menarik perhatian saya.
lihat saja nama stand ini. sangat Surabaya sekali ;p
Saya cukup terkesima dengan konsep Pasar Seni ITB ini. Ini pendapat murni saya sih. Dengan animo segini banyaknya pengunjung (bukan hanya dari Bandung dan Jakarta, tapi dari seluruh Indonesia. Serius!), panitia hanya memberikan waktu 10 jam saja untuk mengelilingi seluruh sisi ITB. Bayangkan seberapa besar ITB ini. Dan bukan hanya itu, panita juga pintar membuat sekian banyak stand produk dan instalasi karya yang begitu banyak dan detail sehingga membuat kita-kita sebagai pengunjung bingung harus kemana dulu. Jujur, belum semua area saya jelajahi. Ya karena keterbatasan waktu, banyaknya area yang harus dikunjungi dan crowdednya pengunjung! Jadi, saya membuat kesimpulan sendiri yang saya sampaikan ke teman-teman saya. Kalau menemukan barang/pernak-pernik lucu dan harganya worth it, langsung beli aja. Soalnya kalau di pending dan berniat untuk kembali lagi nanti, jangan harap barang itu masih ada dan waktunya masih sempat. Hukum ekonomi "siapa cepat dia dapat" itu berlaku hari itu. Hahaha.
Oh ya! Saya juga sempat terperangah. Pengunjung secara tidak langsung ikut diajak "membersihkan" area Pasar Seni ITB ini. Caranya dengan mengumpulkan botol minuman dengan jumlah tertentu, kemudian di tukarkan ke stand panita. Dan pengunjung berhak mendapatkan sejumlah merchandise dari panitia. Cerdas!!
*anyway, saya cukup sedih karena tidak bisa menyaksikan FRAU tampil. Padalah itulah alasan saya berangkat ke Bandung. Cukup disayangkan kapasitas gedung yang menampung penonton tidak terlalu besar. Padahal animo pengunjung untuk melihat FRAU tampil sangat banyak. Bahkan mereka rela mengantri secara berdesak-desakan untuk masuk ke dalam gedung. Ahh, kenapa juga di dalam gedung. Ya setidaknya panitia menyediakan gedung yang lebih besar yang mampu menampung banyak orang. Atau kalau tidak cukup dalam format pesta kebun saja. Jadi di outdoor. Yang jelas-jelas semua orang bisa melihat tanpa berdesakan. Hanya saran sih. Dan melihat semrawutnya pengunjung yang ingin masuk membuat saya dan teman-teman saya ilfil lalu memutuskan melanjutkan perjalanan berkeliling ITB. Mungkin untuk saat ini saya cukup mendengarkannya via i-pod saja. Haha.
lautan manusia yang memadati Pasar Seni ITB
***
Esoknya, the last day di Bandung, kami semua sudah packing dari pagi hari. Rencananya kami menitipkan barang di lobby dan berangkat untuk mencari oleh-oleh. Kartika Sari jelas wajib hukumnya. Dan yang pasti kami langsung capcus menuju Jl. Trunojoyo, Bandung. Jalan yang terkenal dengan deretan distro-distro Bandung. Kita belajar jadi anak gawul ceritanya. Hahahaha :p
Seharian kami semua keluar masuk distro. Ahh, ada sebuah distro yang menarik perhatian saya. Sayangnya saya tidak diijinkan untuk memotretnya. Katanya takut ditiru. Sempet saya potret diam-diam sih. Hahaha. Tapi kurang jelas gambarnya (bukan jago potret memotret, maaf). Dan sangat se-tema dengan konsep riset TA saya, Rustic.
Jadi, si distro ini (saya lupa namanya), konsepnya itu menggunakan material kayu, bingkai jendela bekas, lampu dop kuning, ekspos batu bata yang hanya difinishing dengan cat putih, papan tulis ukuran besar yang menjadi backdrop dan semen. Sangat natural sekali. Warna yang mendominasi sangat netral. Hitam, coklat, putih dan abu-abu. Hanya permainan warna pada bingkai jendela bekas yang cukup digantung di plafon. So extraordinary!
Oke, kelar sudah semua perjalanan kami hari itu. Lelah, bahagia, senang, sedih bergabung jadi satu. Sedih karena akan pulang meninggalkan Bandung dan kembali ke rutintas kampus, senang dan bahagia karena bisa menjadi bagian dari Pasar Seni ITB, dan lelah karena hari itu puncaknya kita olahraga kaki (semua perjalanan di tempuh dengan modal kaki dan angkot). Kalau kata Float, 3 hari untuk selamanya. Tapi kami semua bilang ini “4 hari untuk selamanya!” :D
Sampai jumpa kembali wahai kota kembang. Sampai bertemu di lain waktu, Bandung! Muaachh! :*
Jadi, si distro ini (saya lupa namanya), konsepnya itu menggunakan material kayu, bingkai jendela bekas, lampu dop kuning, ekspos batu bata yang hanya difinishing dengan cat putih, papan tulis ukuran besar yang menjadi backdrop dan semen. Sangat natural sekali. Warna yang mendominasi sangat netral. Hitam, coklat, putih dan abu-abu. Hanya permainan warna pada bingkai jendela bekas yang cukup digantung di plafon. So extraordinary!
Oke, kelar sudah semua perjalanan kami hari itu. Lelah, bahagia, senang, sedih bergabung jadi satu. Sedih karena akan pulang meninggalkan Bandung dan kembali ke rutintas kampus, senang dan bahagia karena bisa menjadi bagian dari Pasar Seni ITB, dan lelah karena hari itu puncaknya kita olahraga kaki (semua perjalanan di tempuh dengan modal kaki dan angkot). Kalau kata Float, 3 hari untuk selamanya. Tapi kami semua bilang ini “4 hari untuk selamanya!” :D
Sampai jumpa kembali wahai kota kembang. Sampai bertemu di lain waktu, Bandung! Muaachh! :*
foto from dika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar