2 April 2015

Bismillah, Dila :)

Akhir-akhir ini saya merasa diri saya menjadi sesosok yang gampang menangis. Menangis bukan karena percintaan atau berantem dengan teman, tapi lebih kepada rindu dengan rumah dan tentang perkuliahan. Dulu seingat saya, sewaktu masih mahasiswa S1 saya hanya menangis pada saat mama meninggal tahun 2007 dan sekali dalam masalah percintaan. Dan itu sudah lama sekali. Tapi, semenjak saya merantau, menjadi mahasiswa S2 dan harus jauh dari rumah, saya mendadak menjadi anak cengeng. Gampang menangis jika rindu dengan rumah, keluarga, mas partner dan sahabat. Wajar karena saya memang baru pertama kali merantau. Tapi semakin kesini saya merasa frekuensi menangis saya semakin hebat. Reason why i always cry adalah saat dimana fase perkuliahan memasuki masa klimaks yaitu thesis dan cukup membuat saya down karena pembimbing yang cukup alot ditambah lagi ketika kesepian, jauh dari keluarga dan perasaan ingin pulang tiba-tiba muncul bersamaan.

Saya tahu, terlalu cepat untuk mengeluh. Karena ini baru permulaan dan perjalanan saya masih baru dimulai. Tetapi sungguh terasa berat sekali, mengingat argumen saya yang selalu dimentahkan oleh pembimbing. Dan itu cukup membuat tertekan secara mental. Saya belum menemukan apa yang diinginkan oleh pembimbing. Saya masih meraba-raba apa keinginan saya dan kemauan beliau. Mungkin usaha saya kurang keras, mungkin argumen saya kurang kuat, mungkin saya kurang kuat berdoa. Semua memang membutuhkan proses.

Ingin rasanya berkeluh kesah, kepada sahabat, kepada keluarga, kepada mas partner. Tapi saya tidak ingin dikenal sebagai anak tukang mengeluh, saya takut justru mereka akhirnya jadi kepikiran dan khawatir saya kenapa-kenapa. Lagipula masalah yang dihadapi mereka siapa tahu lebih berat atau sama beratnya. Bukannya saya meremehkan atau bagaimana, sudah terlintas saran yang akan saya dapatkan seperti apa, sehingga kembali lagi memang kita sendiri yang harus survive. Akhirnya saya pendam sendiri dan tiba-tiba saya menjadi sesosok yang pendiam dan entahlah saya seperti merasa sendiri dan kesepian. Bagaimanapun, tempat curhat terbaik seorang hamba adalah Tuhannya. Dan tempat saya berkeluh kesah adalah kepada-Nya. Menjadi bertambah cengenglah saya, selalu menangis dan menangis di setiap sujud.

Saya rindu tertawa lepas, saya rindu ketika bisa bebas kemana saja, saya rindu sebuah ketenangan. Tapi jalan ini sudah saya pilih dan harus saya selesaikan. "There is no growth in comfort zone and no comfort in a growth zone". Kalimat itulah yang saya pegang. Berusaha selalu saya ingat jika setiap kali saya menyerah dan ingin pulang. Karena tidak ada perkembangan dalam zona yang terlalu nyaman dan tidak ada kenyamanan dalam zona yang terus berkembang.

Bismillah, Dila.. :)

Q.S Al Insyiraah ayat 5-6