28 Desember 2014

"Jangan lupa prioritas, dek"


Ketika saya mendengar kabar itu, dada terasa sesak dan seketika terhenyak

Bulan ini, saya genap berumur 26 tahun. Tidak ada yang spesial di hari ulangtahun saya, kecuali beberapa keluarga yang tak lupa mengucapkan selamat ulang tahun kepada saya dan tak lupa ibu dari mas partner saya yang ikut serta membuat saya menitikkan air mata di pagi hari :')
Terlepas dari itu semua, saya terlupa bahwa ayah saya sebentar lagi akan segera pensiun. Walaupun beliau masih energik sekali dalam melakukan apapun, tapi usia beliau sudah memasuki masa pensiun. Dan kabar pagi hari kemarin, di saat saya sedang sibuk-sibuknya dengan deadline tugas yang cukup menyita otak dan perhatian, seketika tersadar dan terhenyak bahwa saat itu akan tiba. Saat dimana ayah saya akan segera pensiun.

Saya yakin dan percaya kepada Allah SWT bahwa rejeki itu sudah diatur dan tidak akan tertukar. Insya Allah selama kita berusaha, berdoa dan tak lupa bersedekah, maka rejeki itu akan selalu ada. Seharusnya dengan keyakinan seperti itu saya tidak sepatutnya khawatir dan cemas. Lalu entah apa yang saya khawatirkan, saya pun tak tahu. Satu yang pasti, perasaan saya sesak rasanya, kalut, dan seketika blank seperti tidak tahu harus berbuat apa.

Apakah setiap anak yang mengalami hal seperti ini sama seperti perasaan yang saya alami? Apakah akan sekalut ini? Seharian saya tidak bisa berkonsentrasi (dan pada akhirnya saya paksakan untuk mengenyahkan kekalutan itu sebentar sembari saya bergerak cepat menyelesaikan tugas), malam harinya saya menangis seperti anak kecil yang tersesat. Terisak-isak tanpa suara dan tertidur hingga menimbulkan sisa mata yang bengkak di pagi hari.

Mungkin ini salah satu proses menjadi dewasa. Saya sebagai anak tertua dari 4 bersaudara, harus kuat, harus bisa berpikir dewasa dan bijaksana. Mungkin itulah yang membuat beban di pundak saya berat rasanya. Saya tidak merasa bahwa saya terbebani dan merasa terpaksa. Tidak sama sekali. Justru saya merasa bagaimana caranya agar semua orang yang di sekeliling saya bahagia dan tidak susah. Saya benci mengecewakan orang lain.

Sepupu baik saya mengatakan bahwa saat ini yang harus saya lakukan adalah fokus terhadap studi saya. Belajarlah untuk mengesampingkan masalah itu sementara dan fokuslah terhadap studi agar dapat segera lulus. Ya, amat besar harapan saya untuk bisa lulus tepat waktu. Saya menikmati proses kuliah ini, tapi saya juga bisa segera lulus tepat waktu agar tidak menjadi beban orang tua. Kejelekan sifat saya adalah pribadi yang gampang kepikiran, susah untuk mengesampingkan sejenak dan berkonsentrasi terhadap hal lain yang lebih penting. Masalah sedikit, bikin uring-uringan kepikiran. Gampang kok bikin saya stres. Tinggal bikin masalah dan voila! Saya akan kepikiran dan uring-uringan hingga masalah itu selesai dan timbul perasaan lega pada diri saya.

"Jangan lupa prioritas, dek"

Pesan itu yang akan menjadi pedoman saya hingga nanti saya dinyatakan lulus oleh kampus. Bahwa studi saya akan menjadi prioritas saat ini. Bukan lantas menghiraukan urusan lainnya, tapi saya harus keras pada diri saya sendiri. Saya harus tegas pada diri saya sendiri untuk tidak terlalu memikirkan hal lain selain menyelesaikan studi saya. Setelah lulus dan bekerja, tanggung jawab saya berpindah kepada kebahagiaan keluarga dan tak lupa kebahagiaan saya sendiri. Bismillah yang terpenting adalah ridho Allah dan ridho orangtua :)


Foto ini diambil di sekitar lingkungan kampus. Dan kalimat itulah yang paling pas menggambarkan keinginan saya :)

12 November 2014

Happy Father's Day, Papa


"After my mom passed away, he is the only one parent i have"

Papa saya adalah tipikal bapak yang tegas dan disiplin. Dulu sewaktu mama masih ada, beliau sangat disiplin dan cenderung keras jika perbuatan kami, anak-anaknya, tidak sesuai dengan kehendaknya. Hingga pada saat itu, saya sebagai anak tertua berusaha keras agar beliau tidak selalu marah-marah apabila ada yang tidak beres di rumah. Watak keras beliau turun dari kakek saya (bapaknya papa) dan beliau juga sempat masuk dalam kesatuan ABRI atau semacam itu, sebab saya pernah menemukan foto beliau menggunakan seragam tersebut dan beberapa foto beliau dan teman-temannya sedang baris-berbaris (correct me if i'm wrong, dad :p)

Beliau seorang pekerja yang gigih, ulet, pintar dan pekerja keras. Beliau tidak suka menganggur kecuali sedang sangat kelelahan. Apa saja dikerjakan. Mulai dari berkebun (hingga akhirnya kami punya pohon anggur kecil-kecil di rumah), memelihara binatang mulai dari burung hingga biawak, dan berolahraga seperti lari pagi, bermain tenis, hingga naik gunung. Beliau juga sangat suka akan kebersihan. Saya ingat, setiap kami akan pulang kampung saat lebaran, rumah harus selalu dalam keadaan bersih saat ditinggal. Sehingga sebelum berangkat, kami akan kerja bakti besar-besaran untuk membersihkan rumah. Dan kebiasaan itu mengalir turun kepada saya, sehingga setiap kali akan pergi, kondisi kamar atau rumah harus selalu dalam keadaan rapi dan bersih. Thanks, Pap for make me like this :)

Ada satu kebiasaan jelek beliau. Suka lupa dan panikan. Lupa naruh kacamata dimana, obat dimana, barang-barang dimana, kemudian panik yang paniknya bikin satu rumah ikutan heboh nyari barangnya. Ngomel-ngomel sendiri karena lupa naruh dimana, tapi setelah ketemu dan tahu itu karena kecerobohannya sendiri, cuman bisa nyengir sambil nylimur sana- sini. Biasanya setelah itu, saya yang gantian ngomel soalnya gemes kalau papa udah panik terus marah-marah sendiri sambil nyari barangnya yang hilang dan itu karena kecerobohannya sendiri.  

***

Background beliau adalah seorang lulusan IPB tetapi beliau suka sekali melukis. Beliau suka melukis di atas canvas dengan cat minyaknya. Beliau cenderung suka melukis pemandangan dan manusia atau makhluk hidup lainnya. Mungkin bakat seni itulah yang menurun kepada saya dan adik-adik saya. Dan tak ada satupun yang menurun dari mama dengan latar belakang pendidikan ekonominya. Yaah, walaupun sketsa tangan kami tidak secanggih beliau sih, tapi kami sangat menyukai bidang seni dan orangtua kami tidak ada yang melarang atau memaksa kami masuk ke bidang tertentu. Mereka membebaskan pilihan kami, asalkan kami bertanggung jawab atas pilihan tersebut. Thanks, God for give us parent like them :)

Pekerjaan beliau menuntut untuk selalu bepergian dinas keluar kota. Beliau bekerja di sebuah perusahaan BUMN di bidang perkebunan sehingga diharuskan untuk berkunjung atau bekerja keluar kota, bahkan terkadang mengharuskan beliau untuk penempatan tugas dari perkebunan satu ke perkebunan lain. Bahkan saat mama mengandung saya dan adik-adik, kami jauh berada di sebuah perkebunan teh di Medan, Sumatera Utara yang sangat jauh dari keluarga mama atau papa yang berdomisili di Jawa Timur. Karena tuntutan pekerjaan itulah, mengharuskan beliau untuk memboyong keluarganya berpindah-pindah sesuai tugas dari perusahaan. 

Awalnya saya sempat keberatan, tidak suka, tidak ingin pindah lagi karena saat dimana saya sudah merasa betah di satu tempat, saat dimana saya sudah mendapatkan teman-teman yang baik, saya diharuskan kembali untuk pindah ke tempat lain. Rasanya itu tidak adil. Harus kembali beradaptasi dengan lingkungan baru, hunian yang baru, teman yang baru, dan segala sesuatu yang asing. Tapi lama-lama saya tersadar, semua itu memang ada hikmahnya. Justru saya bersyukur, saya memiliki teman-teman baru yang terus bertambah dengan berbagai macam background, kemampuan untuk cepat beradaptasi dengan lingkungan baru, dan mengetahui berbagai macam tempat-tempat baru. Once again, thanks dad :)

***

Masih ingat jelas diingatan saya bagaimana saat mama tiada. Masih ingat sekali dalam benak saya, walaupun tidak ada saya di lokasi kejadian secara langsung, tetapi yang saya tahu, bahwa papa pada saat itu, membopong mama ke pinggir jalan. Papa pada saat itu berusaha membangunkan mama karena mama dalam kondisi tidak sadar. Tidak ada luka sama sekali pada wajahnya. Bersih. Hanya saja mama dalam kondisi mata terpejam seperti tidur. Tertidur tenang sekali. Dan pergi meninggalkan kami selamanya.

Yang saya ingat, bagaimana saat papa memberitahu saya via telepon, bahwa saya harus ikhlas, bahwa saya harus tenang, bahwa saya tidak boleh bersedih berlarut-larut, bahwa saya harus tegar. Jelas dari suara beliau, beliaulah yang paling sangat kehilangan, kami anak-anaknya pun sangat kehilangan. Tersirat dari nada beliau berbicara dengan nada bergetar sembari berusaha tenang tapi teramat sangat kehilangan. Saat dimana seseorang yang dia kasihi, dia cintai, dia sayangi, yang sudah mendampinginya selama berbelas-belas tahun, tiba-tiba tiada, tiba-tiba harus pergi untuk selamanya. Dan saya pada saat itu, sebagai anak tertua, yang saya khawatirkan adalah kondisi beliau dan adik-adik saya. Bagaimana caranya saya bersikap tegar (walaupun akhirnya saya sempat pingsan beberapa kali), saya harus bisa membantu menenangkan segalanya dan bersikap tenang terhadap kondisi seperti ini. Walaupun itu susah.

He is the only one parent i have. Setelah mama tiada, segalanya berubah. Papa yang dulunya adalah seorang yang keras dan disiplin, perlahan melunak dan sangat sabar. Terkadang, saat kami mengunjungi mama, masih terlihat wajahnya yang sedih, sesekali terdiam seperti berbicara kepada mama tetapi hanya dalam hati. Kepergian mama memang sangat berat untuk kami terima, but life must go on. Yang saya khawatirkan, nanti di saat saya dan adik-adik saya sibuk dengan kuliah atau pekerjaan masing-masing, di saat papa harus bekerja dinas ke luar kota, yang biasanya selalu ditemani oleh mama kemanapun tugasnya, kini beliau harus berangkat sendiri. Karna tidak memungkinkan bagi kami untuk menemani papa dinas, walaupun ingin. Dan kecemasan itu semakin membesar ketika saya membayangkan bagaimana ketika nanti saya dan adik-adik saya menikah dan memiliki keluarga masing-masing. Jelas saya tidak ingin beliau hidup sendirian.

Hingga akhirnya suatu hari, setelah lima tahun kepergian mama, papa memberikan kabar bahagia. Dan tentu saja restu kami berikan untuk beliau. Selama papa bahagia, kami pun suka, dan keluarga menerima, tidak ada alasan yang mencegah kabar gembira tersebut. Satu yang pasti, papa tidak sendirian lagi, karena tugas dinas mengharuskan beliau untuk penempatan keluar kota, papa sudah ada yang menemani, sembari kami sesekali berkunjung kesana. Karna anak-anaknya pun sudah beranjak dewasa sehingga tidak memungkinkan untuk ikut berpindah-pindah sesuai dimana beliau ditugaskan. 

Sekarang lengkap, beliau memiliki dua anak perempuan dan dua anak laki-laki. Adik laki-laki saya yang paling kecil, sedang lucu-lucunya. Dia menjadi obat di saat kami kakak-kakaknya main ke kebun dimana papa ditugaskan. Obat kangen, obat stres karena lucu jadi mainan hihihi.. I miss you, Juna.. Liburan nanti Insya Allah Kakla nginep di kebun. Nanti kita mainan bareng yaa.. Jangan sakit lho, yang sehat biar bisa mainan :*



Happy father's day, papa.. 
Kakla di sini walaupun suka nyusahin, ngerepotin, terkadang minta sangu tambahan, sedang berusaha sekuat tenaga untuk bisa lulus tepat waktu. Biar segera pulang, segera kembali bekerja ke usaha kakla sama temen-temen, segera ngajar (Aamiinn), dan segera-segera lainnya. Papa yang sehat, olahraga yang teratur, jangan panikan trus marah-marah sendiri yaa hehe..

Doain kakla biar lancar kuliahnya, doain Caca, Aya, Juna juga. Kakla selalu ngedoain papa yang terbaik dari sini. Dan sedang berusaha membuat papa dan mama bangga (sekali lagi). Bismillah semoga anak-anaknya papa sukses semua. Aamiinn Ya Rabb.. :)



Bandung, 12 November 2014
Kakla                     

17 September 2014

A Letter for You

Aku bukan seorang ahli bahasa yang pandai berkata-kata
Aku juga bukan seorang penyair yang mahir merangkai sebuah puisi
Aku pun bukan seorang pujangga yang sanggup mengungkapkan begitu saja semua yang ada di dalam kepala
Bahkan untuk membuat tiga kalimat di atas saja aku harus berpikir cukup keras agar terdengar renyah di telinga

Seperti katamu, bukannya aku tidak bisa menjanjikan di kemudian hari yang tersisa hanya keindahan, tapi bukankah tidak ada yang tahu bagaimana rahasia Tuhan esok hari?
Aku hanya bisa berusaha sekuat tenaga untuk memberikan yang terbaik di masa depan nanti

Aku tahu kau paling benci saat marahku adalah diam, aku tidak berkata tapi hanya diam
Aku tahu kau paling benci saat kita bersama tetapi terkadang aku asyik sendiri depan gadgetku
Aku tahu kau paling benci saat aku menanyakan masalah pekerjaan di saat kita sedang bercengkrama
Aku tahu kau paling benci saat kita harus berpisah sementara waktu dan merelakanku melanjutkan studi di luar kota
Aku tahu kau paling benci saat perasaan rindu muncul tapi dipisahkan oleh jarak dan tidak bisa berbuat apa-apa selain menyibukkan diri agar tidak terlihat sedih olehku
Sungguh aku tidak bermaksud untuk membuatmu sedih, sabarlah, sabarlah hingga segalanya tuntas dan aku kembali kepadamu membawa kabar bahagia

Kau tahu aku bukan seorang yang pintar memasak, bahkan membuat mie instant untukmu saja terlalu lembek katamu. Jika aku boleh memilih, aku akan memilih membersihkan dan merapikan rumah saja ketimbang memasak
Kau juga tahu aku bukan seorang yang cerdas di atas rata-rata yang dapat menyelesaikan masalah secepat saat kau sedang makan
Kau pun tahu aku bukan seorang atletik yang hobi berolahraga sehingga harus kau paksa dan terus dimotivasi untuk terus hidup sehat dan rajin berolahraga

Wahai sayang, apakah kau tahu? Aku berusaha keras untuk menghapal dan membedakan mana itu sawi, bayam, dan kangkung. Belajar bagaimana memasak nasi yang punel. Mengerti bagaimana cara menggoreng tahu dan tempe. Meracik bumbu untuk membuat masakan sederhana. Membuat lidah lebih peka terhadap segala takaran masakan. Mengasah insting kapan waktunya meniriskan dan mematikan kompor. Aku berusaha tapi belum bisa dikatakan sebagai seorang ahli. Jauh, sangat jauh dan bahkan belum bisa meramu masakan yang berbumbu tajam. Tapi bukankah ini semua proses, ya kan?

Wahai sayang, apakah kau tahu? Aku berusaha untuk hidup sehat dan aku memang suka dengan hidup sehat. Tapi memang untuk berolahraga, malasku lebih besar daripada niatku. Dan kau pun menjadi salah satu motivatorku selain diriku sendiri di masa depan nanti. Aku ingin hidup sehat dan menjadi pribadi yang sehat. Yang akan menjadi panutan sebagai seorang ibu dan seorang istri yang baik dan sehat jasmani dan rohani.

Diriku senantiasa berdoa, memohon kepada Tuhan untuk memberikan kesehatan kepadamu. Kesehatan dalam beraktivitas, kesehatan dalam berpikir dan bertindak, dan kesehatan saat kau beribadah. Di sampingmu kelak sajadahku terbentang. Menjadi makmum yang baik dan berbakti kepada imamnya. Akan kusiapkan rumah yang aman dan nyaman saat kau berada di dalamnya hingga hatimu merasa tentram, bahu untuk kau bersandar jika kau lelah dan tangan yang mengusap-usap lembut punggungmu, sepasang telinga yang siap untuk mendengarkan cerita-cerita lucumu dan tentu saja keluh kesahmu, dan bibir untuk menenangkanmu dengan kalimat yang menentramkan dan mungkin aku bisa membuat cerita-cerita lucu yang terkadang tidak terlalu lucu. 

Wahai calon imamku,
Aku menunggumu untuk menyempurnakan agamaku. Menunggumu selagi aku menuntaskan studiku dan mempersiapkan diri menjadi istri yang baik untukmu kelak. Insya Allah :)



Bandung,
14 September 2014

21 Juli 2014

Tahun Pertama


Hampir satu semester atau bisa dibilang nyaris satu tahun saya merantau ke kota Bandung. Saya cukup kerasan dengan kost yang baru. Jauh jauh jauh lebih tenang daripada kost yang lama. Walaupun harus berjalan sekitar 5-10 menit untuk ke jalan raya, tapi cukup menikmatinya sebagai olahraga hehehe :p

Bandung dulunya adalah kota yang ingin saya datangi karena distronya keren-keren (jaman waktu masih labil banget nih haha), yang dulunya ingin saya datangi karena ingin sekali berkuliah S1 di FSRD ITB, yang dulunya penasaran banget seperti apa kota kreatif ini, akhirnya kesampaian untuk melanjutkan S2. Rejeki gak bakalan kemana, begitu kata orang-orang. Seperti postingan saya sebelumnya di sini, gimana pun saya senangnya akhirnya kesampaian berkuliah di Bandung, saya masih cinta banget dengan kota Surabaya. Walaupun sekarang kalau pulang ke Surabaya, kulitnya sudah mulai sombong. Sudah teriak-teriak rewel kepanasan kena panas matahari di Surabaya :))

Well, sisa waktu kuliah saya kurang satu semester atau satu tahun lagi. Waktu dimana saya bertempur dengan tesis. Target saya lulus tepat waktu dan tidak mau molor. Kasian orangtua jika harus mengeluarkan biaya lagi untuk menambah waktu kuliah saya. Dan kesian juga mas partner saya yang sudah menunggu di Surabaya, kelamaan ditinggal.

Kalau ditanya sudah kemana saja selama di Bandung, hmm... saya langsung garuk-garuk kepala hahaha. Saya soalnya pernah ditanyain begitu sama bapak-bapak yang duduk di sebelah kursi waktu perjalanan pulang ke Surabaya. "Sudah kemana aja neng selama di Bandung?" Dan saya cuman bisa nyengir ditanya seperti itu. "Sudah kesini? Kesini udah belum? Wah disini itu ada spot bagus untuk foto?" and the blaa blaa blaaa.. Ampuunn, Pak.. Ampuunnn..

Sebenarnya saya ini anak yang suka mbolang. Tapi karena satu dan lain hal yang menghambat hobi saya itu, akhirnya yaa.. belum seluruh Bandung saya sambangi (alesan bener dah :p). Ada satu kejadian yang bikin niat mbolang saya kegep ortu. Sewaktu awal kuliah, saya request supaya sepeda motor saya dikirim ke Bandung. Yah kan lumayan hemat ongkos transport kalau mau kemana-mana. Gampang dan gak ngerepotin orang-orang untuk nebeng sana sini. Tapi rupanya niat mbolang saya sudah tercium oleh ortu. "Gak usah bawa motor ke sana, bahaya, lagian kost kamu kan deket kampus. Jadi bisa naik angkot sekali aja. Lagian ngapain bawa motor? Nanti kamu keluyuran trus kuliahmu keganggu". Setdah! Kan hemat ongkos angkot papahhh.. Lagipula sayang banget udah di Bandung tapi ndak mbolang kemana-mana. Ya kannn.. ya kaaannn... ya kaannn?? :3
Tapi yaa gimana-gimana keputusan akhir tetap dipegang oleh Bos Besar. Tidak diijinkan. Ha ha ha.

***

Belum banyak tempat yang saya datangi di sini. Masih banyak list yang belum dituntaskan. Tapi ada satu moment yang menjadi favorit saya tahun ini --berkunjung ke rumah Nyoman Nuarta, pematung asal Bali dan tinggal di Bandung serta pemilik NuArt Sculpture Park plus pembuat patung Garuda Wisnu Kencana. Ceritanya cukup panjang sebenarnya. Tapi coba saya rangkum yaa..

Awal saya pindah ke Bandung, saya tidak tahu kalau ternyata punya saudara yang tinggal di Bandung juga. Berbekal alamat yang diberikan oleh saudara yang lain, saya berangkat untuk berkunjung ke rumah Om Ersat. Wajah dan wujudnya seperti apa, saya sama sekali tidak ada bayangan. Maklum ini saudara jauuuuuuhhhhhh banget dan belum pernah bertemu sama sekali. Jadi yaa semacam tali kasih, bedanya saya sendirian tidak ada presenter yang mempertemukan saya dan si Om. Oke lanjut. Singkat cerita, om Ersat ini rupanya lulusan fakultas seni rupa dan desain ITB. Dan saat ini beliau bekerja sama dengan Nyoman Nuarta, pemilik NuArt Sculpture Park. Dan saat itu juga saya diajak ke museum tersebut untuk melihat bengkel dimana karya-karya besar om Nyoman dibuat. Sebenarnya saya tidak terlalu kenal dan tahu mengenai Nyoman Nuarta. Tapi dulu beberapa hari sebelum keberangkatan saya ke Bandung, saya melihat ulasan tentang NuArt. Jangan-jangan ini suatu pertanda! *zoom in zoom out*

Hal menakjubkan yang pertama kali saya lihat adalah bengkel NuArt yang berisi patung-patung yang sedang dikerjakan. Salah satu patung sepertinya cukup familiar. Ternyata patung tersebut adalah bagian dari patung Garuda Wisnu Kencana. Di pos depan, terdapat sebuah papan yang menuliskan hari ke berapa sebelum hari H. Semacam reminder raksasa. Kesempatan yang amat jarang sekali rasanya bisa masuk ke dalam bengkel ini. Berbekal topi proyek dan kamera, saya seperti cah ndeso. Ber-wah-wah sana sini, ngowoh. Puas dari bengkel, saya diajak keliling NuArt. Tapi sayang, gedung museumnya sedang direnovasi  sehingga tidak bisa masuk ke dalam museum. Untuk sementara harus puas dulu bisa tahu museum patung keren plus bisa masuk bengkelnya. Alhamdu? Lillaaahhhh....

Alhamdulillah rejeki anak sholehah. Setelah peristiwa ajakan ke bengkel NuArt, saya dan sepupu diajak om Ersat berkunjung ke rumah om Nyoman. Kali ini gara-gara ulah iseng sepupu yang "ngadu" ke om Ersat kalo saya penasaran banget sama rumahnya om Nyoman. Alhasil berangkatlah kita hari itu juga main ke rumah Nyoman Nuarta. Padahal beliau baru saja sembuh dan keluar dari rumah sakit. Perasaan bersalah langsung menghinggap di pundak saya.

***

Dulu, si om pernah cerita bahwa rumah Nyoman Nuarta ada di belakang museum NuArt. Dalam bayangan saya, ideal banget rumah tidak jauh dari kantor. Dekat dan dapat mengawasi secara langsung. Dan saat itu juga, saya merasa beruntung sekaligus penasaran bagaimana isi rumah seorang pemahat patung sekelas Nyoman Nuarta.

Saat tiba di depan rumah, kami disambut oleh satpam yang bertugas di pos depan. Dengan memberikan salam seperti hormat kepada kami, pintu gerbang dibuka dan tampak sebuah komplek rumah yang asri dengan banyak pepohonan dan tanaman. Turun dari mobil, kami masuk ke tengah komplek rumah yang terdapat kolam renang persegi panjang dengan patung khas Nyoman Nuarta berbentuk seorang wanita yang tertidur di atas sebuah batu panjang. Di sisi kanan terdapat undakan tangga ke bawah yang terdapat semacam gazebo ala bali lengkap dengan kolam air mancur. Kolam renang diapit oleh rumah Nyoman Nuarta dan dua rumah kedua anaknya. Jadi di dalam satu kompleks rumah yang luasnya entah berapa hektar itu, terdapat 3 rumah dengan kolam renang dan gazebo. Dan satu lagi, ruang kerja dan workshop pribadi Nyoman Nuarta yang berada di bawah kompleks. Di bawah dalam arti sesungguhnya. Akses menuju area tersebut kita harus menaiki semacam "lift" dengan bagian atas yang terbuka untuk turun ke bawah. Lift ini mirip dengan yang pernah saya naiki ketika berada di Rock Bar Cafe di Bali. 

Masuk ke rumah Nyoman, kita di sambut dengan ruang keluarga dengan mini pantry yang langsung terbuka menghadap pepohonan. Adem rasanya. Naik ke lantai dua, terdapat satu area ruang duduk sofa yang berukuran besar dan satu area ruang duduk semacam ruang rapat dengan meja panjang dan banyak kursi. Rupanya di dalam rumah om Nyoman terdapat museum mini pribadi. Tidak terlalu luas, tapi apik dan artistik. Jika beliau menerima tamu pribadi atau saudara, mungkin akan diajak melihat beberapa koleksi karya beliau di ruangan ini. 

Saat itu saya belum bertemu langsung dengan om Nyoman, namun ketika sekembalinya kami dari melihat workshop pribadi, rupanya beliau sudah menunggu di rumahnya dan menyambut kami. Kesan pertama saya? Om Nyoman ramah dan humble. Beliau tidak segan-segan memberikan saran dan nasehat yang menurut saya sangat kebapakan dan tidak seperti menggurui. Beliau sempat menceritakan masa susahnya dahulu hingga sukses seperti saat ini. Kata om saya, om Nyoman ini suka bercerita dan tidak akan berhenti sampai lupa waktu :))

Saat kami berpamitan pulang, karena melihat muka saya yang berbinar-binar saat menyimak cerita om Nyoman, saudara saya (lagi-lagi) berinisiatif untuk berfoto bersama. Supaya Dila senang, katanya. Hahaha dasar usil *jitak*

Om Nyoman sekeluarga merupakan pribadi yang ramah dan menyenangkan. Senang bisa berkenalan dengan kalian semua. Semoga lain waktu saya bisa bermain lagi ke rumah om Nyoman :)

Di dalam area workshop dan bengkel NuArt

Do you see part of Garuda Wisnu Kencana statue?

Terimakasih om Nyoman sekeluarga sudah menyambut dengan hangat dan ramah


8 Januari 2014

Dua Puluh Lima


Dua puluh lima..
Kalau boleh dibilang usia kepala 2 ini adalah masa-masa dimana kita belum cukup dikatakan terlalu dewasa, tapi juga terlalu bodoh untuk melakukan hal-hal yang kekanakan. Saat-saat sedang berada di tengah-tengah masa transisi. Transisi untuk menjadi lebih baik lagi atau malah menjadi lebih buruk.

Tak pernah terpikir bahwa di usia 25 ini saya mencapai salah satu keinginan terbesar yaitu melanjutkan kuliah S2. Sama sekali tidak pernah terbersit sedikit pun bahwa hal ini akan terjadi. Satu sisi saya bersyukur sekali karena keinginan saya terkabul, tapi di satu sisi lainnya, saya takut jika mengecewakan orangtua jika studi ini sia-sia. Sia-sia dengan perjuangan orang tua dan sia-sia dengan usia. Dan saya tidak mau itu terjadi.

Banyak planning yang pernah saya sharing dalam blog ini. Beberapa di antaranya tentang karir dan rumah tangga. Mengenai karir, sering saya ungkapkan keinginan untuk mengajar dan enterpreneur sekaligus. Dan untuk rumah tangga, ingin sekali selepas wisuda S2 (yang semoga dan harus lulus tepat waktu 2 tahun) untuk langsung berumah tangga. Ya Allahualam.. sekali lagi, semoga doa ini dikabulkan :)

***

Momen pertambahan usia tahun ini harus saya lewati jauh dari orang-orang terdekat. Sebagai anak rantau, rasanya sedih-sedih gimanaaa gitu, saat dimana seharusnya hari ulang tahun dikelilingi oleh orang-orang tercinta, tapi kenyataannya kondisi jauh di kota orang. Yaa namanya juga sedang studi demi masa depan. Tidak boleh ndempis (artinya: sedih mojok jongkok di pojokan kamar). Tak pantas.

Apapun kondisinya, harus diterima. Bersyukur karena masih diberi kesehatan, dilancarkan urusannya, rejekinya, dan dipastikan langkahnya. Ahh, kalau diajak flashback ke tahun-tahun lalu, rasanya jadi kangen. Beberapa tahun terakhir saya sering mendapat surprise saat ulangtahun. Pada dasarnya saya suka memberi dan diberi surprise. Momen surprise saya posting di sini dan sini.

Ada satu kejadian cukup epic. Saat saya dan teman-teman mencari warung untuk makan siang, tiba-tiba dua anak dalam rombongan menghilang. Feeling saya kok rada ndak enak gitu. Dan benar saja, ketika saya dan beberapa teman menunggu pesanan makanan, dua teman saya yang hilang tadi muncul sambil bawa kue semacam donat yang ditancepkan lilin kecil di atasnya. Lengkap dengan "piring" kertas. Haha! Bisa aja deh "surprise dadakannya" :))





 


Thank you very much for the little surprise, guys! :'D
Mamacih Lusi, Ratu, Mbak Wening, Mas Boni, Mas Oot, Mas Daniel

Esok harinya, kebetulan saya dan Dewi --teman "kembaran tanggal 3 Desember (lagi)"-- ingin mengadakan syukuran makan-makan. Kita berinisiatif untuk melakukan hal yang rutin dilakukan bersama teman satu kelas selama S2 ini, yaitu masak bareng dan makan-makan di kontrakan teman satu kelas kami --Ilham. Yang masak jelas Chef Dika --Mas Dika ini adalah teman S2 yang jago masak dan memang sempat jadi chef di sebuah hotel.

Semua menu kita percayakan sama Chef Dika. Apapun yang enak-enak. Kita cuman bantu urunan dan doa saja haha.. Lokasi kita pilih di kontrakan Ilham karena kontrakan tersebut memang menjadi favorit kami sekelas. Lokasi di dago hilir dekat sekali dengan Lawang Wangi (cafe dan galeri seni). Yang menyenangkan itu view balkon kontrakan. Langsung menghadap tebing dan kalau malam tiba, banyak kelap-kelip dari kota Bandung yang berada di bawah. Jangan tanya udara. Jelas dingin tapi menyenangkan :)

Dewi --Kembaran tanggal 3 Desember saya-- yang tidak memakai jilbab

Seharusnya makanannya difoto sebelum dihajar. Tapi cuaca hujan saat itu, sehingga kami menjadi sangat kelaparan karena udara dingin. Hehe.. Yang pasti semua makanan huwenak banget. Thx, Chef! :D